Jumat, 18 Maret 2011

Transfigurasi, oasis di padang gurun kehidupan menuju ke Tanah Terjanji

I. Tempat perhentian yang memberikan semangat untuk meneruskan perjalanan

Pada waktu kami tinggal di Amerika, kami diajak berlibur ke beberapa tempat wisata di Amerika oleh keluarga sepupu kami di mana kami menumpang. Sepupu kami mengatakan bahwa jangan sampai tinggal di Amerika namun tidak pernah melihat keindahan negara tersebut dan hanya menjadi ‘kutu buku’ alias belajar saja. Akhirnya, kami sepakat untuk turut bersama mereka ke Grand Canyon di negara bagian Arizona. Karena kami tinggal di negara bagian Wisconsin, maka untuk menuju tujuan akhir ini, kami harus melewati 4 negara bagian, yang berarti untuk diperlukan 1 hari 10 jam di dalam mobil. Di tengah-tengah perjalanan setelah bermalam di suatu tempat, akhirnya kami singgah di suatu tempat yang sungguh menakjubkan, yaitu Badlands di negara bagian South Dakota. Pemandangan deretan pegunungan yang tandus namun terbentuk dari lapisan-lapisan, terlihat seperti kue lapis legit, sungguh mencengangkan dan mendatangkan kekaguman. Badan yang lelah akibat perjalanan panjang terasa sirna melihat pemandangan yang sungguh menakjubkan ini. Tidak henti-hentinya, hati mengucapkan syukur atas kebesaran Tuhan dan kata-kata kekaguman terhadap keindahan alam ini kami ucapkan terus menerus. “Betapa besarnya Engkau, Tuhan! How great Thou art!” Namun, tiba-tiba sepupu kami mengatakan, “Tunggu, sampai kamu melihat Grand Canyon.” Wow? Jadi masih ada yang lebih indah lagi? Rasanya hati ini tidak sabar untuk sampai ke Grand Canyon. Namun ini berarti kami harus menunggu (dan bergantian menyetir) lagi selama 21 jam untuk dapat menyaksikan keindahannya. Namun, semua jerih payah ini tidaklah terlalu berarti sebab saya mengingat bahwa ada tempat yang lebih indah dari Badlands yang dapat saya nikmati, yaitu Grand Canyon – yaitu Badlands dalam skala yang lebih besar dan lebih indah.
Mungkin itu adalah gambaran yang tidak sempurna tentang apa yang terjadi pada saat Transfigurasi, yang menjadi bacaan minggu ke-dua di masa Prapaskah. Pada waktu itu, para murid sungguh sangat terkejut dan mungkin sedih, karena ternyata Sang Guru, Sang Mesias menceritakan kepada mereka bahwa Dia harus menderita dan mati. Untuk menghibur para murid inilah, Kristus seolah-olah memberikan harapan melalui peristiwa Transfigurasi, dengan mengatakan, “Aku sungguh Allah dengan segala kemuliaan yang telah engkau lihat sendiri …., walaupun Aku harus melewati jalan kematian yaitu jalan salib. Namun, dengan kematian-Ku, maka kemuliaan-Ku akan dinyatakan secara sepenuhnya.  Jumat Suci akan diikuti oleh Minggu Paskah. Dan aku mengundang engkau untuk mengikuti jalan-Ku, sehingga engkau juga dapat menikmati kemuliaan bersama-Ku untuk selama-lamanya. Namun, engkau juga harus mengambil jalan yang Aku ambil.

II. Bacaan minggu ke-2 Masa Prapaskah

Dalam bacaan minggu pertama (Mt 4:1-11), kita melihat bagaimana Kristus dicobai padang gurun dan Kristus mengalahkan kekuasaan si jahat (silakan melihat artikel ini – klik ini). Dalam surat gembala prapaskah kepausan tahun 2011 (baca lengkapnya di sini – silakan klik), Paus Benediktus XVI mengatakan:
Hari Minggu Pertama Masa Prapaskah mengungkapkan keberadaan kita sebagai manusia yang hidup di bumi ini. Kemenangan dari perjuangan melawan penggodaan yang menjadi titik awal perutusan Yesus, haruslah menjadi ajakan bagi kita untuk

Minggu, 13 Maret 2011

Sejarah yang Mendasari Pengajaran tentang Ekaristi

Pendahuluan

Pernahkah anda mendengar komentar bahwa Ekaristi itu hanya ‘karangan’ Gereja Katolik? Atau bahwa Kristus tak sungguh-sungguh hadir dalam Ekaristi? Atau beberapa orang mengklaim bahwa mereka kembali ke pengajaran yang murni dari para rasul untuk memperbaharui iman Kristen? Jika kita mendengar komentar-komentar semacam ini, tak usah kita menjadi resah. Sebab jika mereka dengan sungguh- sungguh tulus mempelajari Kitab Suci, dan dengan konsisten mempelajari sejarah dan tulisan para Bapa Gereja, seharusnya mereka tak bisa berdalih, sebab semua itu malah semakin memberikan bukti yang kuat terhadap kemurnian ajaran Gereja Katolik. Ya, salah satu yang terpenting di antaranya adalah kehadiran Yesus dalam Ekaristi (the Real Presence of Jesus in the Eucharist).

Kesaksian dari Para Bapa Gereja

Sesungguhnya kita harus berterima kasih kepada para Bapa Gereja karena oleh kesaksian dan tulisan mereka, kita terhubung dengan jemaat Kristen awal dan bahkan sampai ke jaman para rasul. Mereka adalah saksi yang hidup tentang pengajaran para rasul, dan mereka juga memberi kesaksian tentang para pengarang Alkitab dan keaslian kitab-kitab yang tergabung di dalamnya. Tanpa kesaksian mereka yang mengenal para rasul tersebut secara langsung, kita tidak dapat memperoleh Alkitab. Tanpa kesaksian mereka, kita tidak tahu bahwa Injil Matius ditulis oleh Rasul Matius, dan Injil Markus oleh Markus, dst, sebab di dalam Injil tersebut nama pengarangnya tidak disebut. Demikian pula halnya dengan surat-surat Rasul Paulus. Maka, kita tidak dapat mengacuhkan kesaksian para Bapa Gereja di abad awal ini, sebab mereka menjembatani kita kepada Kristus dan para rasul.
Menarik jika kita membaca tulisan Kardinal Newman, dalam pencariannya sebelum ia menjadi Katolik. Sebagai seorang Anglikan, ia pertama-tama bermaksud menyelidiki sejarah untuk membuktikan adanya penyelewengan yang dilakukan oleh Gereja Katolik. Namun akhirnya malah ia menemukan kenyataan yang sebaliknya, bahwa pengajaran Gereja Katolik sungguh berakar dari sejarah perkembangan iman umat Kristen awal. Demikianlah yang dituliskan dalam bukunya yang terkenal itu, Essay on the Development of Christian Doctrine (1845)[berikut ini adalah kutipannya]:
“Sejarah Kekristenan bukanlah Protestanism. Jika ada yang namanya kebenaran yang aman, inilah dia. Dan Protestanism juga merasakan hal ini… Ini terlihat dalam keyakinan … untuk membuang semua sejarah kekristenan, dan membentuk Kekristenan dari Alkitab saja: orang-orang tidak akan